BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti
yang sudah kita sepakati dalam diskusi-diskusi yang sudah dilakukan, bahwa
budaya adalah akal. Segala sesuatu yang berkaitan dengan hasil budi/ akal akan
memiliki nilai kebaikan. Sehingga dari kebaikan itu akan menghasilkan sesuatu
yang baik pula bagi kehidupan manusia berdasarkan tingkat kebutuhan dan
pemikiranya.
Untuk itu kami hadirkan makalah yang
berkenaan tentang keterkaitanya ilmu budaya dengan konsepi insanulkamil.
B. Rumusan masalah
1. Apa itu Konsepi insanulkamil?
2. Apakah Macam-macam Konsepi insanulkamil?
3. Bagaimana Keterkaitanya cinta dengan insanulkamil?
C. Tujuan
1. Mengetahui maksud dari konsepi
insanulkamil.
2. Mengetahui macam-macam insanulkamil.
3. Mengetahui keterkaitanya insanul
dengan ilmu budaya
BAB II
PEMBAHASAN
“MANUSIA SEUTUHNYA (INSANUL KAMIL) DALAM
PERSPEKTIF ILMU BUDAYA DAN ISLAM”
A. KONSEP TENTANG INSANULKAMIL
Manusia,
dalam pandangan Islam, selalu dikaitkan dengan suatu kisah tersendiri.
Didalamnya , manusia tidak semata-mata digambarkan sebagai hewan tingkat tinggi
yang berkukuh pipih, berjalan dengan dua kaki, dan pandai berbicara.Lebih dari
itu, menurut Al-Quran, manusia lebih luhur dan gaib dari apa yang dapat
didefinisikan oleh kata-kata tersebut.[1]
Teori Insan Kamil yang
merupakan pembicaraan yang umum dalam karya tokoh-tokoh tasawuf
dunia termasuk Syekh Abdulkarim Al Jilli. Hadir sebagai narasumber kali ini
adalah Peneliti dan praktisi Filsafat dan tasawuf yang tidak asing lagi
di dunia akademis yakni Prof. Prof. Dr.Yunasril Ali. Bertindak sebagai
moderator kali ini adalah Ketua STFI Sadra Dr. Kholid Al Walid.Prof.
Dr.Yunasril Ali menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan berberapa
pandangan al-Jili dalam merefleksikan hakikat dari insan kamil diantaranya
adalah :
Nama lengkapnya ialah ’Abd
al-Karim ibn Ibrahim ibn ’Abd al-Karim ibn Khalifah ibn Ahmad ibn Mahmud
al-Jili. Ia mendapatkan gelar kehormatan ”syaikh” yang biasa dipakai di awal
namanya. Selain itu, ia juga mendapat gelar ”Quthb al-Din” (kutub/poros agama),
suatu gelar tertinggi dalam hirarki sufi. Namanya dinisbatkan dengan Al-jili
karena ia berasal dari Jilan. Akan tetapi, Goldziher mengatakan, penisbatan itu
bukan pada Jilan, tetapi pada nama sebuah desa dalam distrik Baghdad”jil’. Ia
lahir pada awal Muharam (767 H/1365-6 M) di kota Bagdad, karya-karya menurut
kami masih mendekati originalitasnya, diantara enam karya al-Jilli adalah:
Al-Insan al-Kamil fi
Ma’rifat-i al-Awakhir wa al-Awail, Buku ini adalah bukunya yang paling poluler.
Karya ini tersebar di Dar al-Kutub
al-Mishriyah, Kairo, beberapa kali diterbitkan maktabah shabihy dan mushthafa
al-Babi al-Halabi di Kairo, dan Dar al-Fikr di Beirut.Buku ini mengupas dengan
mendalam konsep insan kamil (manusia sempurna) secara sistematis.
1. Al-Durrah al-‘Ayiniyah fi
al-Syawahid al-Ghaybiyah, Buku ini merupakan antologi puisi yang mengandung 534
bait syair karya al-Jilli
2. Al-Kahf wa al-Raqim fi Syarh bi
Ism-i Allah al-Rahman al-Rahim, Buku ini merupakan kajian mendalam mengenai
kalimat Basmalah secara panjang lebar menurut tafsir sufi. Berbeda dengan
kitab-kitab tafsir di luar tafsir sufi—yang berupaya menjelaskan kata demi kata
dan kalimat demi kalimat dari ayat-ayat al-Qur’an—al-Jilli, di dalam karya ini
menjelaskan ayat pertama surat al-Fatihah, huruf demi huruf, yang menurutnya
merupakan lambang-lambang/simbol-simbol yang mempunyai makna tersendiri.4.
Lawami’ al-Barq
3. Maratib al-Wujud, Buku ini
menjelaskan tentang tingkatan wujud dan disebut juga dengan judul Kitab Arba’in
Maratib.
4. Al-Namus al-Aqdam, Buku ini
terdiri dari 40 juz, masing-masing juz seakan-akan terlepas dari juz lainnya
dan mempunyai judul tersendiri. Akan tetapi sangat disayangkan sebagian besar
dari buku ini tidak ditemukan lagi.
Al-Jili merumuskan insan kamil ini dengan merujuk pada diri Nabi Muhammad
SAW sebagai sebuah contoh manusia ideal. Jati diri Muhammad (al-haqiqah
al-Muhammad) yang demikian tidak semata-mata dipahami dalam pengertian Muhammad
SAW asebagai utusan Tuhan, tetapi juga sebagai nur (cahaya/roh) Ilahi yang
menjadi pangkal dan poros kehidupan di jagad raya ini.
Nur Ilahi kemudian dikenal sebagai Nur Muhammad oleh kalangan sufi,
disamping terdapat dalam diri Muhammad juga dipancarkan Allah SWT ke dalam diri
Nabi Adam AS. Al-Jili dengan karya monumentalnya yang berjudul al-Insan
al-Kamil fi Ma’rifah al-Awakir wa al-Awa’il (Manusia Sempurna dalam Konsep
Pengetahuan tentang Misteri yang Pertama dan yang Terakhir) mengawali pembicaraannya
dengan mengidentifikasikan insan kamil dengan dua pengertian.
Pertama, insan kamil dalam
pengertian konsep pengetahuan mengenai manusia yang sempurna. Dalam pengertian
demikian, insan kamil terkait dengan pandangan mengenai sesuatu yang dianggap
mutlak, yaitu Tuhan. Yang Mutlak tersebut dianggap mempunyai sifat-sifat
tertentu, yakni yang baik dan sempurna. Sifat sempurna inilah yang patut ditiru
oleh manusia. Seseorang yang makin memiripkan diri pada sifat sempurna dari
Yang Mutlak tersebut, maka makin sempurnalah dirinya. Kedua, insan kamil terkait dengan jati diri yang
mengidealkan kesatuan nama serta sifat-sifat Tuhan ke dalam hakikat atau esensi
dirinya. Dalam pengertian ini, nama esensial dan sifat-sifat Ilahi tersebut
pada dasarnya juga menjadi milik manusia sempurna oleh adanya hak fundamental,
yaitu sebagai suatu keniscayaan yang inheren dalam esensi dirinya. Hal itu
dinyatakan dalam ungkapan yang sering terdengar, yaitu Tuhan berfungsi sebagai
cermin bagi manusia dan manusia menjadi cermin bagi Tuhan untuk melihat
diri-Nya.
Bagi al-Jili, manusia dapat mencapai jati diri yang sempurna melalui
latihan rohani dan mendakian mistik, bersamaan dengan turunnya Yang Mutlak ke
dalam manusia melalui berbagai tingkat. Latihan rohani ini diawali dengan
manusia bermeditasi tentang nama dan sifat-sifat Tuhan, dan mulai mengambil
bagian dalam sifat-sifat Illahi serta mendapat kekuasaan yang luar biasa.
Pada tingkat ketiga, ia melintasi daerah nama
serta sifat Tuhan, masuk ke dalam suasana hakikat mutlak, dan kemudian menjadi
“manusia Tuhan” atau insan kamil. Matanya menjadi mata Tuhan, kata-katanya
menjadi kata-kata Tuhan, dan hidupnya menjadi hidup Tuhan (nur Muhammad).
Al-jili seperti ibn ’Arabi, memandang insan kamil sebagai wadah tajalli
Tuhan yang paripurna. Pandangan demikian didasarkan pada asumsi, bahwa segenap
wujud hanya mempunyai satu realitas. Realitas tunggal itu adalah wujud mutlak,
yang bebas dari segenap pemikiran, hubungan, arah, dan waktu. Ia adalah esensi
murni, tidak bernama, tidak bersifat, dan tidak mempunyai relasi dengan
sesuatu. Di dalam kesendirian-Nya yang gaib itu esensi mutlak tidak dapat
dipahami dan tidak ada kata-kata yang dapat menggambarkan-Nya, karena indera,
pemikiran, akal, dan pengertian mempunyai kemampuan yang fana dan tidak pasti,
hal yang tidak pasti akan menghasilkan ketidakpastian pula. Karena itu, tidak
mungkin manusia yang serba terbatas akan dapat mengetahui zat mutlak itu secara
pasti. Al-jili mengatakan,”Sesungguhnya saya telah memikirkan-Nya, namun bersama
itu pula saya bertambah tidak tahu tentang Dia”. Ungkapan tersebut senada
dengan ucapan ibn ’Arabi,”Tidak ada yang mengetahui Allah kecuali Allah
sendiri.”
Kemudian, wujud mutlak itu ber-tajalli secara sempurna pada alamsemesta
yang serba ganda ini. Tajalli tersebut terjadi bersamaan penciptaan alam yang
dilakukan oleh tuhan dengan kodrat-Nya dari tidak ada menjadi ada. Menurut
al-jili alam ini bukanlah dicptakan Tuhan dari bahan yang telah ada, tetapi
diciptakan-Nya dari ketiadaan (creatio ex nihilo) di dalam ilmunya. Kemudian,
wujud alam yang ada di dalam ilmu-Nya itu dimunculkan-Nya menjadi alam empiris.
Dengan terjadinya tajalli Tuhan pada alam semesta, tercerminlah
kesempurnaan citra-Nya pada setiap bagian dari alam, namun zat-Nya tidaklah
berbilang dengan berbilannya wadah tajalli tersebut, tetapi tetapi Esa dalam
segenap wadah tajalli-Nya. Dengan demikian, setiap bagian dari alam ini
mencerminkan citra ketuhanan, namun apa yang tampak dalam dunia nyata hanyalah
bayangan dari esensi mutlak itu. Menurut pandangan al-jili dan juga ibn ’Arabi,
Tuhan adalah transenden dan sekaligus imanen.
B. SEGI POSITIF DAN NEGATIF TENTANG MANUSIA
Konsep tentang cinta akan menghadirkan berbagai
bentuk dan macam cinta, diantranya;[2]
1. MANUSIA ADALAH KHALIFAH TUHAN
Ketika
Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikanseorang khalifah dibumi.”2
Mereka berkata : “Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) dibumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah...” Tuhan Berfirman : “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui.” (Q.S 2:30)
2. DIBANDING MAHLUK YANG LAIN MANUSIA MAHLUK YANG
PALING PINTAR
Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama segala benda, kemudian
mengemukakaknnya kepada para malaikat, seraya berfirman : “ Sebutkanlah
kepada-Ku nama-nama benda itu, jika kalian memang benar!” Mereka menjawab :
“Maha Suci Engkau , tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah
Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh!Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana. “Allah Berfirman : “Hai Adam, beritahukan kepada mereka nama-nama
benda ini.”
Setelah Adam memberitahukan nama benda-benda itu kepada mereka ,
Allah Berfirman : “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku
mengetahui rahasia langit dan bumi serta mengetahui apa yang kamu lahirkan dan
apa yang kamu sembunyikan?” (QS. 2: 31-33)
3. MANUSIA DALAM FITRAHNYA TERDAPAT UNSUR SURGAWI
(QS 32:7-9)
7. yang membuat segala sesuatu yang Dia
ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah.
8. kemudian Dia menjadikan keturunannya dari
saripati air yang hina.
9. kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke
dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.
4. PENCIPTAAN MANUSIA TELAH DIPERHITUNGKAN SECARA
TELITI
122. kemudian Tuhannya memilihnya[950] Maka Dia
menerima taubatnya dan memberinya petunjuk.
(QS 20:122)
[950] Maksudnya: Allah memilih Nabi Adam a.s.
untuk menjadi orang yang dekat kepada-Nya.
5. MANUSIA BERSIFAT BEBAS DAN MERDEKA
.
(QS
76:2-3)
2.
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang
bercampur[1535] yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan),
karena itu Kami jadikan Dia mendengar dan melihat.
3.
Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan
ada pula yang kafir.
[1535]
Maksudnya: bercampur antara benih lelaki dengan perempuan.
6. MANUSIA MEMPUNYAI KECENDERUNGAN DEKAT DENGAN
TUHAN
(QS
7:172)
172. dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini
Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi
saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)",
(QS:30:43)
[582] Maksudnya: agar orang-orang musyrik itu
jangan mengatakan bahwa bapak-bapak mereka dahulu telah mempersekutukan Tuhan,
sedang mereka tidak tahu menahu bahwa mempersekutukan Tuhan itu salah, tak ada
lagi jalan bagi mereka, hanyalah meniru orang-orang tua mereka yang
mempersekutukan Tuhan itu. karena itu mereka menganggap bahwa mereka tidak
patut disiksa karena kesalahan orang-orang tua mereka itu.
7. MANUSIA DIKARUNIA PEMBAWAAN YANG MULIA DAN
BERMARTABAT
(QS
17:70)
70. dan Sesungguhnya telah Kami muliakan
anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan[862], Kami beri
mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
[862] Maksudnya: Allah memudahkan bagi anak
Adam pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan untuk memperoleh
penghidupan.
8. MANUSIA MEMILIKI KESADARAN MORAL
7. dan jiwa serta penyempurnaannya
(ciptaannya),
8. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
(QS 91:7-8)
9. JIWA MANUSIA TIDAK AKAN PERNAH DAMAI, KECUALI
DENGAN MENGINGAT ALLOH
28.
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram.
(QS 13:28)
6. Hai manusia, Sesungguhnya kamu telah bekerja
dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, Maka pasti kamu akan menemui-Nya.[1565]
(QS 84:6)
[1565] Maksudnya: manusia di dunia ini baik
disadarinya atau tidak adalah dalam perjalanan kepada Tuhannya. dan tidak dapat
tidak Dia akan menemui Tuhannya untuk menerima pembalasan-Nya dari perbuatannya
yang buruk maupun yang baik.
10. SEGALA KARUNIA DUNIAWI DICIPTAKAN UNTUK
KEPENTINGAN MANUSIA
29.
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia
berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha
menetahui segala sesuatu.
(QS 2:29)
13. dan
Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya,
(sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.
(QS 45:13)
[1383] Yang dimaksud hari-hari Allah ialah
hari-hari di waktu Allah menimpakan siksaan-siksaan kepada mereka.
11. TUHAN MENCIPTAKAN MANUSIA UNTUK MEYEMBAH-NYA
56. dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
(QS 51:56)
12. MANUSIA TIDAK DAPAT MEMAHAMI DIRINYA, KECUALI
DENGAN SUJUD KEPADA TUHAN
19. dan janganlah kamu seperti orang-orang yang
lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri.
mereka Itulah orang-orang yang fasik.
(QS 59:19)
13. SELURUH REALITAS TERSEMBUNYI AKAN DIHADAPKAN
22. Sesungguhnya kamu berada dalam Keadaan
lalai dari (hal) ini, Maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi)
matamu, Maka penglihatanmu pada hari itu Amat tajam.
(QS 50:22)
14. MANUSIA TIDAK HANYA TERSENETUH DENGAN MOTIVASI
DUNIAWI SAJA
27. Hai jiwa yang tenang.
28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang
puas lagi diridhai-Nya.
(QS 89:27-28)
72. Allah menjanjikan kepada orang-orang
mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir
sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang
bagus di surga 'Adn. dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah
keberuntungan yang besar.
73. Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang
kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka.
tempat mereka ialah Jahannam. dan itu adalah tempat kembali yang
seburuk-buruknya.
(QS 9:72)
C. SEGI-SEGI NEGATIF MANUSIA
72. Sesungguhnya Kami telah mengemukakan
amanat[1233] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk
memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah
amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh,
(QS 33:72)
[1233] Yang dimaksud dengan amanat di sini
ialah tugas-tugas keagamaan.
66. dan Dialah Allah yang telah menghidupkan
kamu, kemudian mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu (lagi), Sesungguhnya
manusia itu, benar-benar sangat mengingkari nikmat.
(QS 22:66)
6. Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar
melampaui batas,
7. karena Dia melihat dirinya serba cukup.
(QS 96:6-7)
12. dan apabila manusia ditimpa bahaya Dia
berdoa kepada Kami dalam Keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah
Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, Dia (kembali) melalui (jalannya yang
sesat), seolah-olah Dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan)
bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu
memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.
(QS 10:12)
100. Katakanlah: "Kalau seandainya kamu
menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan
itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya". dan adalah manusia itu
sangat kikir.
(QS 17:100)
[869] Mukjizat yang sembilan itu Ialah:
tongkat, tangan, belalang, kutu, katak, darah, taupan, laut, dan bukit Thur.
54. dan
Sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini
bermacam-macam perumpamaan. dan manusia adalah makhluk yang paling banyak
membantah.
(QS 18:54)
19.
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
20. apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh
kesah,
21. dan apabila ia mendapat kebaikan ia Amat kikir,
(QS 70:19-21)
KEBAJIKAN DAN KEJAHATAN
179. dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi
neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi
tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.
(QS 7:179)
[585] Maksudnya: Nama-nama yang Agung yang
sesuai dengan sifat-sifat Allah.
[586] Maksudnya: janganlah dihiraukan
orang-orang yang menyembah Allah dengan Nama-nama yang tidak sesuai dengan
sifat-sifat dan keagungan Allah, atau dengan memakai asmaa-ul husna, tetapi
dengan maksud menodai nama Allah atau mempergunakan asmaa-ul husna untuk
Nama-nama selain Allah.
KARAKTERISITIK MANUSIA SEMPURNA MENURUT MULLA
SADRA
2.
Tuhan
mentransformasikan aspek batin dan jiwa Manusia Sempurna melalui
manifestasi-Nya, maka (petualang) akan dibangkitkan kembali di dunia ini
sebelum memasuki dunia akhirat.
3.
“ Tuhan
yang disembah oleh sebagian besar manusia bukanlah Hakikat atau Tuhan yang
wajib adanya dan memiliki semua kesempurnaan. Bahkan, mereka menyembah Tuhan
yang dibuat sendiri oleh kepercayaan intelektual dan imajinatif dalam pikiran
mereka yang pada realitasnya adalah hasil ciptaan mereka sendiri” MULLA
SADRA
Mereka telah mengenal Hakikat dalam sejumlah manifestasi-Nya yang
mereka sembah.
4.
Seorang
sufi yang telah mencapai Hakikat dan fana pada-Nya, sementara ia mendapatkan
hidup dari-Nya dan ia bukan lagi objek yang dapat berubah dan bergonta-ganti.
5.
Pada
akhir perjalanan pertama, manusia
sempurna tidak akan terhalang oleh rintangan apapun, bahkan oleh entitasnya
sendiri, yang mengantarai dirinya dan Hakikat Kebenaran, karena begitu ia
menginginkan dan mencintai-Nya.
6.
Dan
ketika ia menjadi kepercayaan Tuhan, dilevel manapun ia membawa amanah itu,
maka ia akan terus berusaha mempertahankannya, dan dengan menyelimuti
aktualitasnya.
7.
Ketika
Manusia Sempurna telah memiliki kesempurnaan spekulatif dan praktis maka ia
telah memutuskan seluruh sifat-sifat keduniawiannya dan menghilangkan rasa
cinta pada dunia materi ini dan segala yang ada di dalamnya dari kesucian
hatinya, maka kesempurnaan eksistensialnya akan lebih tinggi dari seluruh
eksistensi yang ada.
BAB III
1.
KESIMPULAN
Sebagai makhluk sosial dan sebgai
makhuk ciptaan tuhan, tentulah manusia tidak bisa lepas dengan yang namanya
tanggung jawab, baik tanggung jawab buat diri sendiri ataupun orang lain. Untuk
itu mari kita lihat apa itu tanggung jawab?
Kata tanggung jawab merupakan hal yang sudah tidak asing lagi kita
dengar di kehidupan sehari-hari kita, karena mau tidak mau tanggung jawablah
yang membuat kita terlihat sisi kemanusiaannya. Lantas apa itu tanggung jawab?
Taggung jawab yaitu beban psikis (kejiwaan) yang melandasi pelaksanaan
kewajiban (atau dalam melakukan kewajiban) dari tugas tertentu.[3]Sebagai
manusia kita harus seimbang antara hubungan kita dengan Tuhan dan sesama
manusia sehingga kita menjadi mahluk yang sempurna dimata Tuhan dan baik dimata
para manusia sekalian penghuni alam.
2.
SARAN
Suatu
beban tanggung jawab akan datang kepada kita saat kita mendapatkan kepercayaan
dari seseorang atau saat kita telah melakukan suatu tindakan ataupun yang lain.
Tanggung jawab juga timbul atas pemberian suatu wewenang kepada seseorang[4].
Sebagai manusia kita harus menuruti perintah Tuhan dan menjauhi segala
larangannya, sesuai dengan fitrah kita sebagai manusia yaitu untuk beribadah
kepada Tuhan, dengan tidak melupakan dunia tentunya.
DAFTAR
PUSTAKA
Prasetya, Joko Tri, dkk. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta :
PT Asdi Mahastya. 2009.
Mustopo, M. Habib. Ilmu Budaya
Dasar. Surabaya : Usaha Nasional.
Murthada Mutahari. Manusia dan
Agama. Hal. 118. Jakarta. Mizan: 1994
Dr. Mulyadhi Kartanegara, Sang
Manusia Sempurna. Jakarata. Teraju. 2004
Seminar Tasawuf Insanul Kamil Sadra
Jakarta
www. Wikipedia.com
www. google.com
di unduh tanggal 05 Juni 2014
[1] Murthada
Mutahari. Manusia dan Agama. Hal. 117. Jakarta. Mizan: 1994
[2]Murthada
Mutahari. Manusia dan Agama. Hal. 118. Jakarta. Mizan: 1994
[3]Prasetya,
Joko Tri, dkk. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : PT Asdi Mahastya. 2009. Hal.
149
[4]Mustopo,
M. Habib. Ilmu Budaya Dasar. Surabaya : Usaha Nasional. Hal. 191
0 komentar:
Post a Comment