Saturday, 28 December 2013

THABAQAT ALSUFIYYAH DARI SUDUT PANDANG RISALAH AL MALAMATIYYA

THABAQAT ALSUFIYYAH DARI SUDUT PANDANG RISALAH AL MALAMATIYYA


PEMATERI : Dr. H Muhammad Nursamba Kamba, MA.



Ada juga penyataan sulami yang menyatakan adalah “sebaik-baik teman adalah ilmu, sejelek-jelek teman adalah ibadah” ini tidak berarti kaum malamatiya mendiskriditkan ajaran-ajaran agama , tapi dimaksudkan bahwa seorang murid tidak boleh pindah kepada level yang lebih tinggi kecuali sudah memperoleh pengetahuan yang memadai.
-------------------------------------------
Abu yazid Bustani ketika orang-orang mengelu-elukannya tapi merasa tidak nyaman maka iapun makan siang dihadapan mereka padahal sedang berpuasa romadlon. Masyarakat kemudian memaki-maki dan mengihna-hinakan.
--------------------------------------------------------------
Seorang sahabat Abu hafs mengatakan”aku diperintahkan oleh Abu hafs untuk beraktifitas di pasar dan mencari nafkah, tetapi tidak membolehkan aku membeli makan dari hasil dagang dipasar tersebut, malah menyuruhku untuk menyumbangkan semuanya kepada fakir miskin , untuk kebutuhan makanku aku diperintahkannya untuk mengemis.orang-orang kemudian pada protes, sepanjang hari  beraktifitas dipasar malah mengemis untuk makannya . begitu mereka mengetahui bahwa yang aku lakukan adalah perintah Abu Hafs mereka kemudian ramai-ramai menyumbang makanan  untukku. Abu hafs lalu memintaku aku berhenti mengemis”.

---------------------------------------------------------------
Aljunaid mengatakan “ ADA TIGA KEADAAN YANG LAZIM DILALUI PEJALAN SPIRITUAL : PERTAMA KEADAAN DIMANA IA MELAKUKAN MUHASABAH APAKAH KEADAANNYA LEBIH BAIK? KEDUA, KEADAAN DIMANA IA HARUS MELAKUKAN KHALWAT UNTUK MENYEMPURNAKAN KEKURANGAN-KEKURANGANYA; KETIGA , KEADAAN DIMANA IA MELIHAT LAKU ALLOH PADA MAHLUK-NYA”

--------------------------------------------------

Sudah jamak dikalangan para sarjana , terutama mereka uang memiliki perhatian pada dunia tasawuf , bahwa masa keemasan tasawuf telah mencapai puncaknya pada abad 4 H/ 10 M . M ereka lupa bahwa masa keemasan islam adalah pada masa Nabi Muhammad SAW , terutama pada periode madinah. Sabda Rasululloh SAW “ sebaik-baik masa adalah masaku”. Betul bahwa taswuf sebagai ilmu telah mengalami kesempurnaan lahirnya pada abad 4 H. Tapi tasawuf bukan ilmu,bukan teori, bukan pula wacana melainkan kehidupan hidup hubungan yang intim dengan Alloh SWT. Atas keintiman tersebut manusia mengalami transformasi dari dari tidak baik menjadi baik, dan dari baik menjadi terbaik. Bahkan transformasi itu berlangusng tiada batas dan mengekspresikan hasrat yang tak terbendung dalam diri manusia menuju kesempurnaan. Pengalaman isra mi’raj nabi telah memberi insprasi yang luar biasa terhadap proses perjalanan tiada akhir menuju kepada Alloh SWT , berbagai fenomena keseharian yang dialami rasulullah bersama atau ditengah para sahabatnya merupakan fenomena spiritual yang dapat dinilai sebagai peristiwa-peristiwa supranatural yang pada gilirannya hanya bisa dicapai atau didapatkan oleh mereka yang berjalan tiada henti menuju kesempurnaan.

        Sebutlah misalnya tentang turunnya alquran karena terlalu populer sehingga tidak ada perenungan . menurut sejarawan mesir modern, Husain Mu’nis peristiwa turunnya wahyu kepada nabi Muhammad SAW adalah peristiwa yang luar biasa sebab proses tersebut sesungguhnya memperlihatkan secara rinci bagaimana seorang manusia biasa berproses menjadi nabi dan rasul. Dan menerima wahyu . serta membahasakan kalamullah . termasuk peristiwa perang badr yang juga merupakan sebuah peristiwa supranatural yang berdimensi keunggulan dimensi spiritualisme, diriwayatkan , ditengah kecamuk perang setiap kali tentara muslim patah pedangnya mereka kembali kepada pos Rasululloh SAW dan beliau memberikan apa saja, tongkat, atau tangkai kayu yang tiba-tiba berubah menjadi pedang, dalam berbagai riwayat hadis dirinci betapa alam sekitar merespon setiap kali ayat-ayat alquran diturunkan.
        Pandangan ibnu khaldun terhadap fenomena sufisme abu Abd Rahman al-sulami hendak ditegaskannya dalam thabaqat al-sufiyah-nya. Menurut ibnu khaldun, fenomena sufisme merupakan kesinambungan tradisi nabi yang terpelihara secara turun-temurun dari generasi awal.merupakan mainstream islam semenjak masa awalnya orang-orang kemudian terpengaruh oleh gemerlapnya dunia. Al-Thusi dalam luma’ juga menceritakan hal yang sama,  bahwa sufisme berubah menjadi kaum minoritas tatakala mainstream umat islam sudah hanyut bergelimang keduniaan.
        Pada pengantar thabaqatnya Sulami menjelaskan bahwa para awliya merupakan penerus tradisi para nabi dan rasul . karena itu alloh tidak membiarkan dunia tanpa ada yang menunjuki umat kejalan Alloh.. dan para pembawa petunjuk tersebut bertingkat-tingkat derajatnya. Diantara karya Sulami yang paling berarti bagi thabaqat adalah risala malamatiyya. Bahkan ajaran tasawuf yang diuraikan melalui ungkapan yang pernyataan 105 tokoh dalam thabaqat pada umumnya mempraktekan ajaran-ajaran yang diuraikan oleh Sulami dama risala al-malamatiyya.
        AJARAN MALAMATIYYA DALAM RISALA SULAMI:ANALIS TEKSTUAL

Berikut analis ajaran malamatiyya sebagaimana diuraikan Sulami(w.413 H) dalam karyanya risalah al-malamatiyya, khususnya dasar pemikiran dan wilayah penerapannya.empat aspek akan menjadi fokus perhatian:
1.    Prinsip-prinsip dasar pemikiran malamatiyya
2.   Pandangan malamatiyya tentang al-nafs (nafs amarra bissu’)
3.   Metodologi malamatiyya dalam pendidikan spiritual dan perilaku
4.   Malamatiyya dan kode etiknya(adab)
Ia menempatkan malamatiyya pada tingkatan yang tertinggi ,ia mencatat “karena mereka ditempatkan oleh Alloh pada posisi kebersatuan(jam’) , kedekatan(al-qubra), keintiman (al-uns), dan hubungan tak berujung (wusla), Alloh telah mengambil mereka kepada-Nya. Alloh membiarkan mereka muncil diantara orang-orang , sementara pada saat yang sama kesadaran mereka pada Allah berkesinambungan “ Sulami menyatakan “ini adalah tahap ditinggikan (ahwal) , dimana apa yang dalam batin tidak muncul pada lahiriyah”.
        Abu hafs berkata kepada utshman “berada ditengah masyarakat adalah kembali dari Allah kembali kepada mahluk-Nya, maka periksalah siapa kau sesungguhnya” . pernyataan abu hafs tidak lantas menjadikan malamatiyaa menganut sikap isolasi diri,melainkan justru menuntut kesadaran penuh disaat , agar tetap mempertahankan hubungan yang tak berkesudahan dengan Allah, bahkan setelah mencapai tingkat tertinggi pada jalan spiritual . untuk mencapai tujuan ini harus menganggap diri sendiri sebagai diri yang tercela.oleh karena itu, maka laum,malamah , mencela diri sendiri merupakan suatu cara pendidikan dalam perjalanan spiritual.
 Tentang pentingnya konsep menyalahkan diri , sulami mengutip prinsip malamati bahwa dengan menimbulkan celaan seseorang akan terus menanjak(taraqqi) dari suatu tahap ketahap yang lainnya, hingga kesaran terdalam(sirr) mencapai tahap pencerahan (nur) tanpa disadari oleh hati (qalb) . sebaliknya , dari tahap jiwa menyentuh hati tanpa terpengaruh sifat-sifat baawaan (tab’). Dan dalam tingkatan itu akan mukasyafa terlahir dalam kesadaran terdalam(sirr) sedangkan ruh tidak lagi mengandalkan hati ataupun jiwa sama sekali. Lebih lanjut sulami menjelaskan untuk menghindarkan ancaman jatuh dari taraf sidiqqin ketulusan sejati sang malamati menjaga kesadaran diri dengan tetap mencela dan melihat kekurangan-kekurangannya agar tulus melampaui godaan-godaan hawa nafsunya.
        Dalam konsep al-junaid seorang sufi dari baghdad tahap ini disebut dengan al-hirah, taraf kaannaka narahu, menarik untuk dicatat bahwa pada tahap mukasyafah kemampuan untuk melihat realitas sejati ada dua yakni dengan kepala sendiri dan dengan memperoleh pencerahan dan memeperoleh pencerahan yang memberi kemampuan untuk melihat sesuatu dalam dimensi transendentalnya.ini merupakan visi empirik
PANDANGAN  MALAMATIYA TERHADAP KONSEP NAFS AMMARA

Pada dasarnya , malamatiya didasarkan pemahaman khusus tentang nafs ammara,
1.    Karena nafs mengacu kepada kesombongan ujub (kesombongan,keangkuhan) yang mendorong lahirnya kebanggan dari ego yang pada gilirannya terikat dengan opini publik.
2.   Karena nafs merupakan acuan jahl(kebodohan), yang terikat oleh keinginan ambisius.

Karakteristik nafs secara psikologis berperan dalam menghasilkan pengetahuan palsu dan menciptakan kepuasan diri, hal-hal mana mencegah kemajuan dalam memperoleh kebersamaan yang tulus dengan Allah.


Dan pemahaman malamatiya tentang ikhlas sangat urgen sekali contohnya dalam jawaban sang guru ditanyakan :
bagaimana bisa seseorang melakukan ibadah tanpa pamrih apapun dan tanpa mengharapkan imbalan apapun? Dia menjawab: karena ia mencapai puncak kebhagiaaanya tatkala menyadari sepenuhnya telah mendapat kehormatan disapa dan diperintah oleh sang Maha Tinggi dan Maha Kuasa. Dan pada itu melihat dan menghargai pengabdiannya merupakan gangguan bagi kebahagiaan dan kehormatannya.logikanya, konsekuensi dari ketercelaan dan kehinaan dirinya yang hanyut dalam kehina-hinaan kemudian merasa disapa oleh Tuhan yang maha agung,maha mulia, maha kuasa, tentu akan sangat merasa bahagia.. namun ia harus melihat, pada saat yang sama apapun yang ia lakukan adalah nilai yang kecil dibandingkan dengan keagungan Allah dalam segala sifatnya, dan akhirnya ia lebih mengabdikan dirinya secara intensif lagi hingga dia tercerahkan dan dapat melihat wujud transedental dalam perspektif empirik.


METODE MALAMATIYYA

Ada tiga metode yang sangat mendasar bagi malamatiyya dalam pemdidikam spiritual dan perilaku, yakni:
1.    Berpaling dari nafs amarrah untuk mengobati penyakit-penyakit jiwa seperti , kesombongan, kebodohan, keangkuhan dll
2.   Selalu menentang keinginan dari diri sendiri demi menjaga konsistensi dan kedisiplinan
3.   Terus menerus menyalahkan diri sepanjang tergoda oleh nafs amarrah demi mempertahankan kebersamaan dengan Tuhan.

Seorang sahabat Abu hafs mengatakan”aku diperintahkan oleh Abu hafs untuk beraktifitas di pasar dan mencari nafkah, tetapi tidak membolehkan aku membeli makan dari hasil dagang dipasar tersebut, malah menyuruhku untuk menyumbangkan semuanya kepada fakir miskin , untuk kebutuhan makanku aku diperintahkannya untuk mengemis.orang-orang kemudian pada protes, sepanjang hari  beraktifitas dipasar malah mengemis untuk makannya . begitu mereka mengetahui bahwa yang aku lakukan adalah perintah Abu Hafs mereka kemudian ramai-ramai menyumbang makanan  untukku. Abu hafs lalu memintaku aku berhenti mengemis”.
        Makna yang difahami dari ilustrasi tersebut adalah bukan sejauh mana seseorang berhasil menghinakan diri melainkan sebesar apa nafs amarrah tidak lagi memepengaruhi jiwa dan kesadaran ego? Adakah jiwa menjadi lebih tenang karena kecenderungan-kecenderungannya terpenuhi oleh godaan-godaan hawa nafsu? Tapi apakah ini tidak berarti bahwa malamatiyya telah terjebak kedalam paradox dimana memusatkan kepada jiwa yang seharusnya dihindari? Pertanyaan ini dimunculkan oleh hakim tirmidhi yang sepertinya merupakan protes kesar terhadap metode nisapur.seperti yang dikutip sara sviri hakim mepertanyakan “jika orang harus memusatkan perhatian pada pengetahuan mengenai seluk beluk jiwa maka ia tidak akan pernah membebaskan diri, jika orang sibuk mengurus kekurangan-kekurangan jiwa maka sepanjang hidupnya hanya perjuangan membebaskan diri dari jiwanya.
                Ada juga pernyataan sulami yang menyatakan adalah “sebaik-baik teman adalah ilmu, sejelek-jelek teman adalah ibadah” ini tidak berarti kaum malamatiya mendiskriditkan ajaran-ajaran agama , tapi dimaksudkan bahwa seorang murid tidak boleh pindah kepada level yang lebih tinggi kecuali sudah memperoleh pengetahuan yang memadai.dalam metode ahwal dan maqomat sufi baghdad  dengan istilah al tahakum fil ahwal wa al maqomat , daya kontrol prima dalam setiap level . berkata Sulami “ siapa yang ingin membebaskan diri dari sifat bangga akan pengabdiannya hendaknya selalu mengingat darimana asalnya, dimana kini berada, akan kemana menuju,jika benar-benar faham akan hal ini maka akan terlepas dari pengaruh dan godaan nafs amarah” Aljunaid mengatakan “ ADA TIGA KEADAAN YANG LAZIM DILALUI PEJALAN SPIRITUAL : PERTAMA KEADAAN DIMANA IA MELAKUKAN MUHASABAH APAKAH KEADAANNYA LEBIH BAIK? KEDUA, KEADAAN DIMANA IA HARUS MELAKUKAN KHALWAT UNTUK MENYEMPURNAKAN KEKURANGAN-KEKURANGANYA; KETIGA , KEADAAN DIMANA IA MELIHAT LAKU ALLOH PADA MAHLUK-NYA”
        Disini kita harus melihat interkoneksi antara interkoneksi menghinakan diri dengan kebahagiaan memperoleh perintah Alloh,Sulami mengutip kata-kata master “ tidak ada seorangpun yang dapat mencapai peringkat orang-orang ini dalam bidang iman kecuali dia mengabaikan semua yang ada dimasa lalu dan semua yang akan datang, karena dia kini mengikuti kehendak Tuhan-Nya”.


KODE ETIK (ADAB ) MALAMATIYYA
1.    Ihlas dalam kejujuran dan jujur dalam keihlasan
Para malamatiyya kepada beribadah dimuka umum tidak ada ada perbedaan dengan muslim biasa, sholatnya juga tampak normal tidak terlalu tampak lama, begitu juga dan zikirnya tampak wajar-wajar saja. Tetapi ketika dirumah atau ditempat sunyi, mereka melakukan ibadah lebih khusyuk dan lebih tekun dan lebih intens. Mereka melakukan ibadah lainnya seperti sodaqoh dengan cara tersembunyi dan  takut tercampu riya’.semuanya dilakukan semata karena keikhlasannya sudah mencapai tataran yang sangat tinggi. Inilah kelompok malamatiyyah sejati , berlawanan dengan kelompok awam yang tampak khusyuk dimesjid atau didepan banyak orang,tapi malas ogah-ogahan ketika berada dirumah dan sendirian.


2.   ANTI KEMAPANAN
AL harits ibn Asad Al muhasisbi mengatakan “kamu dapat mengidolakan Alloh jika kamu melihat keagungan dan begitu dahsyatnya nikmat yang di anugerahkan Allah kepadamu. Semakin kamu mensyukuri semakin kecil pula kamu dihadapan Allah”. Jika mereka merasakan pada dirinya ada kecenderungan riya pada dirinya maka mereka melakukan perbuatan yang dapat mengundang penghinaan orang seperti yang dilakukan oleh Abu yazid Bustani ketika orang-orang mengelu-elukannya tapi merasa tidak nyaman maka iapun makan siang dihadapan mereka padahal sedang berpuasa romadlon. Masyarakat kemudian memaki-maki dan mengihna-hinakan.



AL-IETSARI
Prinsip ini didasarkan kepads Qs,59:9 dimana Alloh memuji sikap penduduk asli Madinah yang menerima kedatangan kaum Muhajirin , para pendatang, yang memperlihatkan sikap mendahulukan kepentingan saudara dan kawan daripada kepentingan diri sendiri, prinsip ini menciptakan sikap futuwah sebagai yang digambarkan QS. 18:13 yakni ashabul kahf yang hatinya terbuka satu sama lain, simbol kebersamaan yang prima.

Semoga ada manfaatya Aamiin...









0 komentar:

Post a Comment

 
;