Tuesday, 24 December 2013

JARUM (JALALUDIN RUMI) III

Menjemput Manis Anggur*

Ikutilah, ikutilah, padang ini setaman-bunga
Ikutilah, ikutilah, ini waktu bagi sang kekasih,
Ikutilah, sekali-seluruhnya, setiap jiwa, seluruh dunia
Mandikan dirimu di pancuran emas panah matahari.
Hinakan mereka yang menyempal tanpa kerabat
Tangisilah dia yang menyendiri, tinggalkan kekasih sendiri.
Setiap orang mesti bangkit, menebarkan kabar,
Yang terbelenggu memutus rantai, tinggalkan kurungan.
Tabuhlah tambur tanpa ragu, dan tahanlah bicara,
Fikir-hati mengalir jauh, sebelum jiwa membumbung punjung.
Hari yang luar biasa, luar biasa, seperti Hari Pengadilan,
Buku hidup tak lagi berdaya, hilang tenaga.
Diamlah, diamlah, bertudunglah, bertudunglah,
Jemput manis anggur, campakkan masam kecut.


* Syair ke-50 Diwani Shams Tabriz
Jalaluddin Rumi. Judul dari HA





--------------------------------------

Rahasia Bukan Lagi Rahasia

Cinta tak ada harus kau buat dengannya
lima kesadaran dan enam arah jalan:
ia hanya membawa pada datang pengalaman
pertunjukan yang digelar sang Kekasih.

Lalu saja, semoga saja, tangan itu
membuka mempersila, tangan Tuhan:
rahasia yang musti terkabarkan
sampai jua dengan fasih mendekati kefahaman
tentang sindiran halus yang mengecohkan.

Rahasia tak berkawan dengan sesiapa
kecuali dia yang tahu rahasia:
pada telinga yang selalu mengaju tanya
rahasia bukanlah lagi sepenuhnya rahasia.


* Dari Matsnawi III, 1417-1424
Jalaluddin Rumi, Judul dari HA

-----------------------------------

Rapatkan Mulut Seperti Penyelam di Laut*

Kau pejam mata menandai saat tak lagi jaga
Itu lelap? Bukan, itu saat musuhmu waspada.

Kau tahu yang di pelupuk kami tak mengawasinya
Masih bergesa mata, mabuk, alangkah, dalamnya.

Perlakuanmu keliru, tapi itu yang pasrah kuterima
Kesalahanmu, seperti berkah Tuhan, kusambut gembira.

Banyak kepala tertunduk, ketika pandang bertepuk
Tersayat oleh tajam, tetes-tetes air, kau pun takluk .

Duh, dua mataku badai lautan darah
Dunia-dunia terhancur dalam amuk bah.

Kadang darah kehausan, pesan tuhan terkabar
Ada penuang piala, anggur, semerah darah segar.

Anggur dan penuang piala? Jejak Tuhan jua.
Tuhan hanya tahu, cintaku ini bermakna apa.

Di dapur hati, anggur dan santap kita nikmati
Lalu seluruh kota mengendusi isyarat wangi.

Rapatkan mulutmu seperti penyelam di laut
Hanya di dalam air, hidup ikan berlanjut.


Dari Divani E-Sham, Jalaluddin Rumi.
* Judul dari HA.

-----------------------------------------

Saatnya untuk Pulang

Malam larut, malam memulai hujan
inilah saatnya untuk kembali pulang.
Kita sudah cukup jauh mengembara
menjelajah rumah-rumah kosong.
Aku tahu: teramat menggoda untuk tinggal saja
dan bertemu orang-orang baru ini.
Aku tahu: bahkan lebih pantas
untuk menuntaskan malam di sini bersama mereka,
tapi aku hanya ingin kembali pulang.

Sudah kita lihat cukup destinasi indah
dengan isyarat dalam ucap mereka
Inilah Rumah Tuhan. Melihat
butir padi seperti perangai semut,
tanpa ingin memanennya. Biar tinggalkan saja
sapi menggembala sendiri dan kita pergi
ke sana: ke tempat semua orang sungguh menuju
ke sana: ke tempat kita leluasa melangkah telanjang.

---------------------------------

Selalu Sesegar Cinta

Taman Cinta
hijau tak berbatas warna
memberi panen seluruh buah
lebih dari derita
dan bahagia.
Cinta melampaui seluruh
musim yang ada:
tanpa musim semi,
tanpa musim gugur,
ia selalu sesegar Cinta.

--------------------------------

Seperti Pijar Matahari Nyalakan Langit Malam

Bagi seruan dari kedai minum yang tegak, bangkit
Takut tak terpisahkan, bijaklah, bijaklah
Bagimu pesta besar, jadi hadiah, jadi hadiah
Jiwa yang kepayang, jangan, jangan pandang rendah
Engkau juga reguk anggur ini, menemu yang sembunyi
Rupa Wajah Tuhan adalah ketakjuban yang dirindukan
Engkau semua mabuk, air di mata bersimbah
Seperti pijar matahari, menyalakan langit malam
Di sini, tempat semua kebajikan, keharuan
Kasih, kejelitaan, keanggunan, kegairahan,
Tak ada takut, tak ada takut di ranah Kebijakan
Di kedai segala dosa ini, kemaafan Tuhan tertebar
Bagi setiap derita, Kasihnya adalah penyembuhan
Hakim di kedai ini memaafkan semua pelanggaran.

Pujilah kebebasan
Pujilah Wahyu Tuhan
Pujilah penobatan jiwa
Pujilah sorak suka ria
Pujilah kebanggaan negeri
Lambang Kedalaman cinta ini
Yang memberi inspirasi puisi
Ke rumah ini, rumah yang memabukkan.


* Dari Diwani Shams Tabriz,
Jalaluddin Rumi, Syair ke-41,
(Judul dari HA)

---------------------------------------

Setelah Setahun Kesunyian

Tentang seseorang di pintu Sang Kekasih
dan mengetuk. Ada suara bertanya, "Siapa di sana?"
Dia menjawab, "Ini Aku."
Sang suara berkata, "Tak ada ruang untuk Aku dan Kamu."
Pintu tetap menutup.

Setelah setahun kesunyian dan kehilangan, dia kembali
dan mengetuk lagi. Suara dari dalam bertanya, "Siapa di sana?"
Dia berkata, "Inilah Engkau."
Maka, sang pintu pun membuka untuknya.

---------------------------------


Si Manis dan Buruk Suara

hanya burung bersuara manis,
yang dikurung jeruji sangkar.

si buruk suara burung hantu,
tak pernah tersiksa penjara.

----------------------------------

Siapa Pemilikmu

Kau yang mengetuk-ngetuk pintuku!
Kau yang cahaya rumahku, masuklah!
Hatiku milikmu, kau si empunya, masuklah!
Rumah ini luluh, rumah ini bercahaya,
O, hati dan hidupku hunianmu, kau di mana? Masuklah
O, pujaan dalam rumahku, penyebab kegilaanku!
Segalanya milikmu, siapakah pemilikmu? Masuklah!


Dari Diwanis Shams 209:1-3
Jalaluddin Rumi, Judul dari HA

0 komentar:

Post a Comment

 
;