PENGERTIAN MANTUQ DAN MAFHUM
Mantuq adalah lafal yang hukumnya memuat
apa yang diucapkan (makna tersurat), dedang mafhum adalah lafal yang hukumnya
terkandung dalam arti dibalik manthuq (makna tersirat)
Menurut kitab mabadiulawwaliyah,
mantuq adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu lafadz dalam tempat
pengucapan, sedangkan mafhum adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu lafadz
tidak dalam tempat pengucapan.
Jadi mantuq adalah pengertian yang
ditunjukkan oleh lafadz di tempat pembicaraan dan mafhum ialah pengertian yang
ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam tempat pembicaraan, tetapi dari
pemahaman terdapat ucapan tersebut. Seperti firman Allah SWT
Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan “ah”
(Q.S Al-Isra’ ayat 23)
Dalam ayat tersebut terdapat pengertian
mantuq dan mafhum, pengertian mantuq yaitu ucapan lafadz itu sendiri (yang
nyata = uffin) jangan kamu katakan perkataan yang keji kepada kedua
orang tuamu. Sedangkan mafhum yang tidak disebutkan yaitu memukul dan
menyiksanya (juga dilarang) karena lafadz-lafadz yang mengandung kepada arti,
diambil dari segi pembicaraan yang nyata dinamakan mantuq dan tidak nyata
disebut mafhum
PEMBAGIAN MANTUQ DAN MAFHUM
Pembagian Mantuq
Pada dasarnya mantuq ini terbagi menjadi
dua bagian yaitu:
1) Nash, yaitu suatu perkataan
yang jelas dan tidak mungkin di ta’wilkan lagi, seperti firman Allah SWT
Maka wajib berpuasa tiga hari (Q.S Al-Baqarah ayat 106)
2) Zahir, yatiu suatu perkataan
yang menunjukkan sesuatu makna, bukan yang dimaksud dan menghendakinya kepada
penta’wilan. Seperti firman Allah SWT
Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu (Q.S Ar-Rahman ayat 27)
4
Wajah dalam ayat ini diartikan dengan zat,
karena mustahil bagi tuhan mempunyai wajah seperti manusia.
”dan langit yang kami bangun dengan tangan”
(Q.S. Adz-zariyat: 47)
Kalimat tangan ini diartikan dengan
kekuasaan karena mustahil Allah mempunyai tangan seperti manusia.
Pembagian
Mafhum
1. Mafhum Muwafaqah, yaitu
apabila hukum yang dipahamkan sama dengan hukum yang ditunjukkan oleh bunyi
lafadz. Mafhum muwafaqah ini dibagi menjadi dua bagian:
a) Fahwal Khitab
yaitu apabila yang dipahamkan lebih utama
hukumnya daripada yang diucapkan. Seperti memukul orang tua tidak boleh
hukumnya, firman Allah SWT yang artinya: jangan kamu katakan kata-kata yang
keji kepada kedua orangtua. Kata-kata yang keji saja tidak boleh apalagi
memukulnya.
b) Lahnal Khitab
yaitu apabila yang tidak diucapkan sama
hukumnya dengan diucapkan. Seperti memakan (membakar) harta anak yatim tidak
boleh berdasarkan firman Allah SWT:
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta
anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan
mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).
(Q.S An-Nisa ayat 10)
Membakar atau setiap cara yang menghabiskan
harta anak yatim sama hukumnya dengan memakan harta anak tersebut ang
berarti dilarang (haram)
2. Mafhum Mukhalafah, yaitu
pengertian yang dipahami berbeda daripada ucapan, baik dalam istinbat
(menetapkan) maupun Nafi (meniadakkan). Oleh sebab hal itu yang diucapkan.
Seperti firman Allah SWT:
apabila diseru untuk menunaikan shalat
Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli
dari ayat ini dipahami bahwa boleh jual
beli dihari Jum’at sebelum azan dikumandangkan dan sesudah
mengerjakan shalat Jum’at. Dalil Khitab ini dinamakan juga
mafhum mukhalafah.
Macam-macam mafhum mukhalafah
1. Mafhum Shifat
yaitu menghubungkan hukum sesuatu kepada
syah satu sifatnya. Seperti firman Allah SWT.
”Hendaklah bebaskan seorang budak (hamba
sahaya) yang mukmin” (Q.S. An-Nisa ayat 92)
2. Mafhum ’illat
yaitu menghubungkan hukum sesuatu menurut
’illatnya. Mengharamkan minuman keras karena memabukkan.
3. Mafhum ’adat
yaitu memperhubungkan hukum sesuatu kepada
bilangan tertentu. Firman Allah SWT:
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita
yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi,
Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, (Q.S. An-Nur ayat 4)
4. Mafhum ghayah
yaitu lafaz yang menunjukkan hukum sampai
kepada ghayah (batasan, hinggaan), hingga lafaz ghayah ini adakalnya ”ilaa” dan
dengan ”hakta”. Seperti firman Allah SWT.
apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku,
(Q.S Al-Maidah ayat 6)
Firman Allah SWT
dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci
(Q.S. Al-Baqarah ayat 222)
5. Mafhum had
yaitu menentukan hukum dengan disebutkan
suatu ’adad diantara adat-adatnya. Seperti firman Allah SWT.:
Katakanlah: “Tiadalah Aku peroleh dalam
wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau
daging babi – Karena Sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang
disembelih atas nama selain Allah.
6. Mafhum Laqaab
yaitu menggantungkan hukum kepada isim alam
atau isim fa’il, seperti sabda Nabi SAW
SYARAT-SAYRAT MAFHUM MUKHALAFAH
syarat-syaraf mafhum Mukhalafah, adalah seperti
yang dimukakan oleh A.Hanafie dalam bukunya Ushul Fiqhi, sebagai berikut:
Untuk syahnya mafhum mukhalafah, diperlukan
empat syarat:
1. Mafhum mukhalafah tidak berlawanan
dengan dalil yang lebih kuat, baik dalil mantuq maupun mafhum muwafaqah. Contoh
yang berlawanan dengan dalil mantuq:
“Jangan kamu bunuh
anak-anakmu karena takut kemiskinan”
(Q. S Isra’ ayat 31).
Mafhumnya, kalau bukan karena takut
kemiskinan dibunuh, tetapi mafhum mukhalafah ini berlawanan dengan dalil
manthuq, ialah:
“Jangan kamu membunuh
manusia yang dilarang Allah kecuali
dengan kebenaran
(Q.S Isra’ ayat 33)”
Contoh yang berlawanan dengan mafhum
muwafaqah:
“Janganlah engkau
mengeluarkan kata yang kasar kepada orang tua, dan jangan pula engkau hardik
(Q.S Isra’ ayat 23).
Yang disebutkan, hanya kata-kata yang kasar
mafhum mukhalafahnya boleh memukuli. Tetapi mafhum ini berlawanan dengan
mafhum muwafaqahnya, yaitu tidak boleh memukuli.
2. Yang disebutkan (manthuq) bukan
suatu hal yang biasanya terjadi.
Contoh:
“Dan anak tirimu yang ada dalam pemeliharaanmu”
(Q.S An-Nisa’ ayat 23).
Dan perkataan “yang ada dalam pemeliharaanmu”
tidak boleh dipahamkan bahwa yang tidak ada dalam pemeliharaanmu boleh
dikawini. Perkataan itu disebutkan, sebab memang biasanya anak tiri dipelihara
ayah tiri karena mengikuti ibunya.
3. Yang disebutkan (manthuq) bukan
dimaksudkan untuk menguatkan sesuatu keadaan.
Contoh:
“Orang Islam ialah orang yang tidak
mengganggu orang-orang Islam lainnya, baik dengan tangan ataupun dengan
lisannya (Hadits)”.
Dengan perkataan “orang-orang Islam
(Muslimin) tidak dipahamkan bahwa orang-orang yang bukan Islam boleh diganggu.
Sebab dengan perkataan tersebut dimaksudkan, alangkah pentingnya hidup rukun
dan damai di antara orang-orang Islam sendiri.
4. Yang disebutkan (manthuq) harus
berdiri sendiri, tidak mengikuti kepada yang lain.
Contoh:
“Janganlah kamu campuri mereka
(isteri-isterimu) padahal kamu sedang beritikaf di mesjid (Q.S Al-Baqarah ayat 187)”.
Tidak dapat dipahamkan, kalau tidak
beritikaf dimasjid, boleh mencampuri
0 komentar:
Post a Comment