DINASTI
SAFHAWI PERSIA
( Disusun untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah Sejarah Peradaban
Islam)
Dosen pengampu : Otong Sulaeman, M.Si
Disusun Oleh :
M Iqbal M
Syahroni
Zaidi Habibillah Ramdani
Sekolah
Tinggi filsafat islam sadra
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Kerajaan Safawi
merupakan kerajaan yang berdiri pada masa puncak kemajuan kerajaan Usmani.
Kerajaan Safawi berkembang sangatlah cepat, sehingga dalam perkembangannya
sering bentrok dengan kerajaan Usmani.
Kerajaan Usmani memang
kerajaan yang lama dan tertua pada masa itu akan tetapi dalam hal bermadzhab
tidaklah sama dengan kerajaan Safawi, kerajaan ini murni menyatakan sebagai
kerajaan yang bermadzhab Syiah. Karena madzhab negara yang dianutnya adalah
Syi’ah, maka kerajaan Safawi dianggap sebagai kerajaan yang menjadi peletak
utama dasar terbentuknya negara Iran pada dewasa ini
1.2. Rumusan
Masalah
a.
Mengenal apa itu Dinasti Safhawi?
b.
Mengenal apa macam-macam peradaban yang dihasilkan dari Dinasti Safhawi ?
c.
Bagaimana cara merealisasikan keadilan ke
dalam kehidupan masyarakat?
d.
Apa yang
dapat di ambil dari peradaban Dinasti Safhawi Persia?
1.3. Tujuan
Agar para generasi selanjutnya dan masyarakat selalu berlaku adil baik
itu bagi dirinya, keluarganya, dan social. Dan agar mereka
mengetahui sejarah Dinasti Safhawi dan
dapat mengambil pelajaran daripadanya.
BAB II
PEMBAHASAN
DINASTI SAFAWI (
1501-1722 M)
1.
Deklarasi (pendirian).
Kekuatan politik
Islam mengalami kemunduran yang dahsyat setelah Khilafah Islamiyah di Baghdad
runtuh akibat serangan tentara Mongol. Hal ini di tandai dengan terpecahnya
perpolitikan sehingga timbul kerajaan-kerajaan kecil yang saling
memerangi satu sama lain. Peninggalan Budaya Islam banyak yang hancur pada saat
itu. Ini juga didasari akan kekejamaan Timur Lenk diwaktu menghancurkan
kekuatan islam di daerah-daerah kekuasaan islam yang lainnya.Kerajaan Islam
mengalami perkembangan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan
besar: Turki Usmani, Kerajaan Safawi di Persia dan Kerajaan Mughol di India.
Kerajaan Turki Usmani adalah kerajaan yang tertua dan terlama di waktu itu.
2. Para penguasa berikut kurun waktu kekuasaannya
(gunakan tabel tahun).
Safi alDin
|
(1252
|
1334 M)
|
Sadar alDin Musa
|
(1334
|
1399 M)
|
Khawaja Ali
|
(1399
|
1427 M)
|
Ibrahim
|
(1427
|
1447 M)
|
Juneid
|
(1447
|
1460 M)
|
Haidar
|
(1460
|
1494 M)
|
1. Ismail
|
(1501
|
1524 M)
|
2. Ali
|
(1494
|
1501 M
|
3. Tahmasp
I
|
(1524
|
1576 M)
|
4. Ismail
|
(1576
|
1577 M)
|
5. Muhammad
Khudabanda
|
(1577
|
1587 M)
|
6. Abbas
I
|
(1588
|
1628 M)
|
7. Safi
Mirza
|
(1628
|
1642 M)
|
8. Abbas
II
|
( 1642
|
1667 M)
|
9. Sulaiman
|
( 1667
|
1694 M)
|
10. Husein
|
(1694
|
1722 M)
|
11. Tahmasp
I
|
(1722
|
1732 M)
|
12. Abbas
III
|
(1732
|
1736 M)
|
B. KERAJAAN
SAFAWI
Kerajaan Safawi
merupakan kerajaan yang berdiri pada masa puncak kemajuan kerajaan Usmani.
Kerajaan Safawi berkembang sangatlah cepat, sehingga dalam perkembangannya
sering bentrok dengan kerajaan Usmani.
Kerajaan Usmani memang
kerajaan yang lama dan tertua pada masa itu akan tetapi dalam hal bermadzhab
tidaklah sama dengan kerajaan Safawi, kerajaan ini murni menyatakan sebagai
kerajaan yang bermadzhab Syiah. Karena madzhab negara yang dianutnya adalah
Syi’ah, maka kerajaan Safawi dianggap sebagai kerajaan yang menjadi peletak
utama dasar terbentuknya negara Iran pada dewasa ini[1]
Pendiri Dinasti
Safawi adalah Syah Isma'il I pada tahun 907 H/ 1501 M di Tabriz, Iran (Persia).
Awalnya Dinasti Safawi ini bermula dari tradisi tarekat. Istilah Safawi
dinisbahkan kepada tarekat Safawiyah yang didirikan oleh Syekh Safiuddin Ishaq
(650 H/ 1252 M-735 H/ 1335 M) pada tahun 1300-an di Ardabil, Barat Laut Iran.
Kepemimpinan Tarekat Safawiyah dilanjutkan oleh anak cucu Syekh Safiuddin.
Syiah dijadikan sebagai ideologi negara pada saat Ismail mengukuhkan dirinya
sebagai raja (Syah), dia memproklamirkan Syi'ah Isna Asyariyah sebagi
agama negara[3]
Shafi al-Din Ishak al-Ardabily lahir pada tahun 1501 M/907 H, enam tahun
sebelum Hulagu Khan menghancurkan Bagdad dan mengakhiri Dinasti Abasiyyah. Ia
lahir di kota Ardabil, sebuah kota paling Timur dari Azerbajian.[4] Ia
merupakan keturunan Imam Syi’ah yang keenam, Musa al-Khazim. Gurunya bernama
Syaikh Taj al-Diin Ibrahim Zahidi (1216-1301) yang dikenal dengan julukan Zahid
al-Gilani. Karena ketekunannya ia diangkat menantu oleh gurunya, kemudian ia
menggantikan gurunya sebagai pemimpin tarekat setelah wafat gurunya yang
sekaligus sebagai mertuanya.[5]
Ada dua tahap perjuangan yang ada dalam kerajaan Safawi,pertama, sebagai
gerakan keagamaan ( kultural ) dan kedua, sebagai gerakan politik (
struktural ). Menurut P.M. Holt yang dikutip Ajid Thohir dalam bukunya
Perkembangan Peradaban Dunia Islam, selama fase pertama ini gerakan Safawi
mempunyai peran dua warna, . bernuansa Sunni, yaitu pada masa
pimpinan Syafiuddin Ishak ( 1301-1344 M ), kedua, berubah menjadi
Syiah pada masa pimpinan Khawaja Ali anak Shadruddin (1399-1427 M ).
Perubahan ini terjadi karena pengikut Syiah yang semakin banyak sehingga
membuat aliansi kenegaraan.[6]
3. Wilayah kekuasaan
(gunakan peta); jika ada proses perluasan/ekspansi selama kurun waktu
kekuasaan, tunjukkan dalam bentuk peta-peta.
Kondisi kerajaan
Safawi yang memprihatinkan itu baru bisa diatasi setelah raja Safawi kelima,
Abbas I naik tahta (1588-1628 M). Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I
dalam rangka memulihkan kerajaan Safawi adalah:
1. Berusaha
menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash dengan cara membentuk pasukan baru
yang berasal dari budak-budak dan tawanan perang bangsa Georgia, Armenia dan
Sircassia.
2. Mengadakan perjanjian
damai dengan Turki Usmani dengan jalan menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia,
dan disamping itu Abbas berjanji tidak akan menghina tiga Khalifah pertama
dalam Islam (Abu Bakar, Umar dan Usman) dalam khutbahkhutbah Jum'at. Sebagai
jaminan atas syarat itu, Abbas menyerahkan saudara sepupunya Haidar Mirza
sebagai sandera di Istambul (Borckelmann, 1974:503).
Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi. Ia berhasil mengatasi gejolak politik dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan sekaligus berhasil merebut kembali beberapa wilayah kekuasaan yang pernah direbut oleh kerajaan lain seperti Tabriz, Sirwan dan sebagainya yang sebelumnya lepas direbut oleh kerajaan usmani.
Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi. Ia berhasil mengatasi gejolak politik dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan sekaligus berhasil merebut kembali beberapa wilayah kekuasaan yang pernah direbut oleh kerajaan lain seperti Tabriz, Sirwan dan sebagainya yang sebelumnya lepas direbut oleh kerajaan usmani.
4. Hasil-hasil peradaban.
Gerakanan tarekat Shafawiyah berdiri hampir bersamaan dengan Dinasti Turki
Usmani. Nama besar Syaikh diabadikan dalam bentuk gerakan tarekat. Nama Safawi
juga digunakan dalam gerkana politik dan Dinasti hingga puncaknya ketika
Islamil memimpin kaum Safawi dan mendeklarsikan Safawi sebagai sebuah
dinasti. Hal ini merupakan keunikan dalam sejarah islam, dimana sebuah
tarekat mampu menjadikan diri sebagai sebuah negara.[7] Menurut
Ajid Tohir ini merupakan fase kedua kerajaan Safawi sebagai gerakan politik.
Tarekat ini berkembang dan memiliki masa yang banyak sehingga mempunyai
pengaruh besar dalam hal perpolitikan. Kecenderungan memasuki dunia poitik ini
mendapat wujud konkritnya pada masa kepemimpinan Juneid ( 1447-1460 M ).
Dinasti ini memperluas geraknya dengan menambahkan kegiatan politik pada
kegiatan keagamaan.
Perluasan ini mendapatkan serangan konflik dari pihak luar antara Juneid dengan
penguasa Kara Koyunlu ( Domba Hitam ). Salah satu suku bangsa Turki yang
berkuasa di wilayah itu. Dalam konflik ini Juneid mengalami kekalahan dan
diasingkan ke Diyar Bakr, di sana ia mendapat perlindungan dari AK-Koyunlu (
domba putih ) dan ia tinggal di Istana Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai
sebagian besar persia.[8]
Selama masa
pengasingan ini Juneid tidak diam saja, melainkan ia membentuk aliansi besar
kepada AK-Khoyunlu untuk menghadapi imperium Kara Khoyunlu. Ia pun berhasil
mempersunting saudara Uzun Hasan. Serta semakin diperkuat ketika putranya
Haidar dinikahkan dengan puterinya Uzun Hasan dari istrinya Despin Katrina,
putri Kallo Johannis, seorang raja kristen di Pantai Timur laut Hitam.[9]
Sepeninggal imam
Junaid, pimpinan tarekat safawiyah digantikan oleh anaknya yang bernama Haidar.
Akan tetapi, pada waktu itu Haidar masih teramat kecil untuk mengurus sebuah
Negara dan dalam asuhan Uzun Hasan. Karena itu, kepemimpinan gerakan safawi
baru bisa diserahkan kepadanya secara resmi pada tahun 1470 M.
Persekutuan tarekat Safawi dengan AK-Koyunlu telah mengalahkan Kara Koyunlu,
akan tetapi berlanjut dengan kecurigaan AK-Koyunlu terhadap kekuaan tarekat
Safawi. Dengan demikian AK-Koyunlu bersekutu dengan Sirwan untuk mengalahkan
gerakan tarekat Safawi, dalam peperangan ini terbunuhlah Haidar.[10][
Kekaisaran Safawi kemudian digantikan oleh putera Haidar yang bernama Ali bin
Haidar, perseturuan antara Haidar dan AK-Koyunlu dilanjutkan oleh anaknya
hingga akhirnya Ali bersasma saudaranya Ibrahim dan Ismail, dan ibunya
ditangkap dan dipenjarakan di Fars selama empat setengah tahun ( 1489-1493 M )
oleh Ya’kub pimpinan AK-Khoyunlu.
Pada kesempatan ini Rustam petera mahkota AK-Khoyunlu membebaskan mereka dengan
syarat mau membantunya memerangi saudaranya. Setelah saudara Rustam terkalahkan
Ali kemudian kembali ke Ardabil. Tidak lama setelah kembalinya Ali ke Ardabil,
Rustam dan pasukannya berbalik memusuhi Ali dan menyerang Ali bersaudara,
hingga akhirnya Ali terbunuh.[11]
Pimpinan gerakan Safawi diserahkan kepada Ismail adik bungsu Ali yang ketika
itu masih berusia tujuh tahun, Ismail yang masih remaja ini memanfaatkan
kesempatannya sebagai Mursyid dan pimpinan gerakan Safawi untuk berkonsolidasi
politik. Islmail dengan diam-diam membentuk kekutan politik dengan para
pengikutnya yang tersebar di mana-mana. Persekutuan dan konsolidasi ini kurang
lebih dalam kurun waktu lima tahun dan menghasilkan penyatuan politik dan
membuat perhitungan untuk menyerang musuh-musuhnya seperti AK-Koyunlu dan
Syirwan. Mereka bermarkas di Gilan.
Pada tahun 1501 peperangan dengan AK-Koyunlu meledak dan kemenangan di
Pihak pasukan Qizilbash dari Safawi di Sharur dekat
Nakhchivan,serta pasukan ini berhasil menguasai Tabris ibukota AK-Koyunlu[12],
dan peristiwa besar lainnya pada tahun ini adalah berdirinya kerajaan Safawi
dan Ismail sendiri sebagai raja Pertama di kerajaan ini, serta menjadikan Syiah
itsna Asyariah sebagai ideologi negara.[13]
Peran Safawi bagi
Peradaban Islam
Ia dapat
menghancurkan sisa-sisa kekuatan AK-Koyunlu di Hamadan ( 1503 M ), menguasai
Propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd ( 1504 M ), Diyar bakr (
1505-1507 M ), Baghdan dan daerah barat daya Persia ( 1508 M ), Sirwan ( 1509 M
), dan Khurasan ( 1510 M ).[14]
Ambisi politik
mendorongnya untuk mengembangkan sayap menguasai daerah-daerah lainnya bahkan
ke Turki Usmani. Ismail mengahadapi musuh yang kuat dan membenci golongan
Syi’ah. Peperangan antara Safawi dan Turki Usmani terjadi pada 1514 M di
Chaldiran dekat Tabriz yang menyebabakan Safawi mengalami kekalahan sehingga
Tabriz dapat dikuasai oleh Turki Usmani[15]
Kekalahan tersebut
meruntuhkan kebanggaan dan kepercayaan diri Ismail sehingga ia lebih senang
menyendiri, berburu dan hura-hura. Hal ini mengakibatkan terjadinya persaingan
segitiga antara suku-suku Turki, pejabat-pejabat keturunan Persia, dan Qizilbash untuk
merebut pengaruh dalam memimpin Safawi[16]
Permusuhan Safawi dengan kerajaan Turki Usmani masih terus berlangsung.
Peperangan dua kerajaan besar Islam ini terjadi beberapa kali pada masa
pemerintahan Tahmasp I ( 1524-1576 M ), Ismail II ( 1576-1577 M ), dan Muhammad
Khudabanda ( 1577-1587 M ). Pada masa tiga pemerintahan raja tersebut keadaan
Safawi sangatlah lemah, hal ini disebabkan karena faktor kekuatan Usmani yang
lebih besar dan juga faktor dari dalam akan adanya pertentangan antar
kelompok-kelompok di dalam negeri.[17]
Kemajuan Dinasti
Safawi
Kondisi Kerajaan Safawi yang memprihatinkan itu baru bisa diatasi
setelah raja Safawi ke lima, Abbas 1 naik tahta (1588-1628).
Popularitas Abbas 1 ditopang oleh sikap keagamaannya. Ia terkenal sebagai
seorang Syi’ah yang shaleh. Sebagai bukti atas kesalehannya adalah bahwa dia sering berziarah ketempat suci Qumdan Masyhad .Di samping itu Ia pun melakukan perubahan struktur
birokrasi dalam lembaga politik keagamaan. Lembaga ini secara
berangsur-angsur dapat digantikan oleh lembaga Ulama yang dipimpin oleh seorang syichul Islam.
Dalam tradisi Sunni lembaga tersebut menunjukkan pemisahan struktur kekuasaan politik antara Ulama dan Umara.
AbbasI telah berhasil menciptakan kemajuan pesat dalam bidang keagamaan, yang
membuat ideologi Syi’ah semakin dikukuhkan.[18]
Adapun
langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I dalam memulihkan konsdisi
kesetabilan Dinasti Safawi adalah sebagai berikut:[19][
1. Menghilangkan
dominasi pasukan Qizilbash atas kerajaan Safawi dengan
membentuk pasukan baru yang beranggotakan budak-budak yang berasal dari tawanan
perang bangsa Georgia, Armenia, dan sircassia yang telah ada sejak raja
Tahmasp.
2. Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan cara Abbas I berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam Islam ( Abu Bakar, Umar, Usman ) dalam khotbah Jumatnya. Untuk mewujudkan perjanjian ini, raja Abbas I terpaksa harus menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia, dan sebagian wilayah Luristan. Sedangkan sebagai jaminan atas syarat-syarat itu, ia juga menyerahkan saudara sepupunya yang bernama Haidar Mirza sebagai sandera di Istambul.[20]
Usaha-usaha tersebut berhasil membuat Safawi kembali kuat. Abbas I kemudian memusatkan perhatiannya untuk merebut kembali daerah kekuasaan yang hilang. Pada tahun 1598 M, ia menyerang dan menaklukkan Herat. Dari Herat ia melanjutkan serangan menuju Marw dan Balkh. Setelah kekuatan terbina dengan baik, ia juga berusaha mendapatkan kembali wilayah kekuasaannya dari Turki Usmani. Rasa permusuhan antara dua kerajaan yang berbeda aliran agama ini memang tidak pernah padam sama sekali. Abbas I mengarahkan serangan-serangannya ke wilayah kekuasaan kerajaan Turki Usmani.
2. Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan cara Abbas I berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam Islam ( Abu Bakar, Umar, Usman ) dalam khotbah Jumatnya. Untuk mewujudkan perjanjian ini, raja Abbas I terpaksa harus menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia, dan sebagian wilayah Luristan. Sedangkan sebagai jaminan atas syarat-syarat itu, ia juga menyerahkan saudara sepupunya yang bernama Haidar Mirza sebagai sandera di Istambul.[20]
Usaha-usaha tersebut berhasil membuat Safawi kembali kuat. Abbas I kemudian memusatkan perhatiannya untuk merebut kembali daerah kekuasaan yang hilang. Pada tahun 1598 M, ia menyerang dan menaklukkan Herat. Dari Herat ia melanjutkan serangan menuju Marw dan Balkh. Setelah kekuatan terbina dengan baik, ia juga berusaha mendapatkan kembali wilayah kekuasaannya dari Turki Usmani. Rasa permusuhan antara dua kerajaan yang berbeda aliran agama ini memang tidak pernah padam sama sekali. Abbas I mengarahkan serangan-serangannya ke wilayah kekuasaan kerajaan Turki Usmani.
Pada tahun 1602 M, di
saat kerajaan Turki Usmani di bawah pimpinan Sultan Muhammad III, pasukan Abbas
I menyerang dan berhasil menguasai Tibriz, Sirwan, dan Baghdad. Sedangkan
kota-kota Nakhchivan, Erivan, Ganja, dan Tiflis dapat juga dikuasai pada tahun
1605-1606 M. Selanjutnya pada tahun 1622 M pasukan Abbas I berhasil merebut
kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gumrun menjadi pelabuhan Bandar dalam
pemerintahan Abbas.[21]
Sebelum membahas
lebih dalam tentang kemajuan yang ada dalam Dinasti Safawi, akan lebih baiknya
kita mengetahui faktor kemajuan yang ada dalam Dinasti Safawi, antara lain
sebagai berikut:
Ada tiga fase
perkembangan struktur pemerintahan Safawi:
1. Periode
peralihan, ketika terjadi banyak perubahan dan penyesuaian banyak struktur
administrasi pemerintahan.
2. Syah
Abbas I melakukan penataan kembali sistem administrasi Safawi.
3. Fase kemunduran
yang mengakibatkan kejatuhan Safawi.
a. Faktor-faktor
kemajuan
1. Pemusatan
sistem birokrasi pertanian pada masa Syah Abbas I.
2. Pembenahan
pada sistem wakaf.
3. Kemajuan
dalam bidang pendidikan.
4. Kemampaun
dalam mengatasi gejolak politik oleh Abbas I.
b. Sumbangsih untuk
Dunia Islam
Salah satu
peninggalan kerajaan Safawi adalah Jembatan Khaju yang dibangun pada masa Syah
Abbas I. Dan juga Istana Ali Kapu yang merupakan tempat tinggal para Amir waktu
itu.
E.1. Kemajuan dalam
Bidang Politik
Abbas I merupakan pemimpin yang beranggapan bahwa kekuatan politik suatu negara
ditentukan oleh kekutan militernya. Abbas mengganti pasukan militernya Qizilbash yang
pada masa sebelumnya menjadi tulang punggung Dinasti Safawi digantikan dengan
kekuatan reguler yang diambil dari tawanan perang bekas orang-orang kristen di
Georgia dan Circhasia yang sudah di mulai di bawa ke persia sejak Syah
Tahmasp ( 1524-1576 M ) mereka di beri gelar “ Ghulam”. Mereka dibina dengan
pendidikan militer yang militan dan dipersenjatai secara modern. Sebagai
pimpinannya, Syah Abbas mengangkat Allahwardi Khan , salah seorang dari Ghulam
itu.
Dalam membangun Ghulam, Syah Abbas mendapat dukungan dari dua orang Inggris, yaitu
Sir Antoni Sherli dan saudaranya, Sir Rodet Sherli mereka yang mengajari
tentara Safawi untuk membuat meriam sebagai perlengkapan tantara yang modern,
kedatangan kedua orang Inggris itu oleh sebagian sejarawan dipandang sebagai
upaya strategi inggris untuk melemahkan pengaruh Turki Usmani di Eropa yang
menjadi musuh besar Inggris saat itu. Bagaimanapun dengan bantuan dua orang
Inggris itu, Syah Abbas memliki tentara yang dapat diandalkan. Hal ini terbukti
sekitar 3000 Ghulam dijadikan “Cakrabirawa” oleh Syah sendiri.[22]
E.2. Bidang Ekonomi
Kemajuan ekonomi pada masa itu bermula dengan penguasaan atas kepulauan Hurmuz
dan pelabuhan Gumrun yang diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan demikian Safawi
menguasai jalur perdagangan antara Barat dan Timur yang biasa diperebutkan oleh
Belanda, Inggris, dan Prancis yang sepenuhnya menjadi milik kerajaan Safawi. Di
samping sektor perdagangan, kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan dalam
bidang pertanian, terutama hasil pertanian dari daerah Bulan Sabit yang sangat
subur (Fertille Crescent).[23]
E.3. Bidang Ilmu
Pengetahuan
Sepanjang sejarah Islam Persia di kenal sebagai bangsa yang telah berperadaban
tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidak
mengherankan jika pada masa kerjaan Safawi tradisi keilmuan ini terus
berlanjut. Sejumlah ilmuan yang selalu hadir di majlis istana yaitu Baha al-Din
al-Syaerazi, generalis ilmu pengetahuan, Sadar al-Din al-Syaerazi, filosof, dan
Muhammad al-Baqir Ibn Muhammad Damad, filosof, ahli sejarah, teolog dan seorang
yang pernah mengadakan observasi tentang kehidupan lebah. Dalam bidang ilmu
pengetahuan, kerajaan Safawi dapat dikatakan lebih berhasil daripada dua
kerajaan besar Islam lainnya, seperti: Turki Usmani dan Mughal pada masa yang
bersamaan.[24]
E.4. Bidang Fisik
Tata Kota dan Seni
Ibu kota
Safawi ialah kota yang sangat indah. Pembangunan besar-besaran dilakukan Syah
Abbas terhadap ibu kotanya, Isfahan. Pada saat ia mangkat di Isfahan terdapat
162 buah masjid, 48 buah perguruan tinggi, 1082 buah losmen yang luas untuk
penginapan tamu-tamu Khalifah, dan 237 unit pemandian umum.
Diantara yang paling
terkenal adalah masjid Syah yang mulai dibangun sejak 1611 M, masjid Lutfullah
yang dibangun pada 1603 M. Syah Abbas juga membangun Istana megah yang disebut
Chihil Sutun atau Istana Empat Puluh Tiang, sebuah jembatan besar di atas
sungai Zende Rud dan Taman bunga empat penjuru.[25]
Seni lukis mulai dirintis sejak zaman Tahmaps I, raja Ismail I pada tahun 1522
M dengan cara membawa seorang pelukis timur ke Tibriz yang bernama Bizhad.[26]
E.5. Bidang Filsafat
Pada masa Dinasti
Safawi perkembangann filsafat dan sains bangkit kembali. Perkembangan baru ini
erat kaitannya dengan aliran Syiah yang dijadikan agama resmi negara.
Syiah dua belas
memiliki dua golongan, yakni akbadi dan ushuli.
Mereka berbeda dalam memahami ajaran agama. Akbari lebih
cenderung kepada hasil Ijtihad para mujtahid Syiah yang sudah mapan. SedangkanUshuli mengambil
langsung sumber ajaran agama, al-Qur’an dan Sunnah. Golongan Ushuli inilah
yang paling berperan pada masa Dinasti Safawi.
Menurut Hodgson yang
dikutip Ajid Thohir dalam bukunya Perkembangan Peradaban Dunia Islam ada dua
aliran filsafat yang berkembang pada masa Dinasti Safawi. Pertama,
aliran filsafat “perifatetik” sebagaimana yang telah dikemukakan oleh
Aristoteles dan al-Farabi.Kedua, filsafat Isyraqi yang dibawa oleh
Suhrawandi pada abad XII. Salah satu filsuf yang terkenal pada masa Safawi
adalah Mir Damad alias Muhammad Baqir Damad ( w. 1631 ) yang dianggap sebagai
guru ketiga (muammal tsalits ) sesudah Aristoteles dan al-Farabi.
Tokoh filsafat
lainnya adalah Mulla Shadra atau Shadr al-Din al-Syirazi yang menurut Amir Ali,
ia adalah seorang dialektikus yang paling cakap di zamannya.[27]
5. Faktor-faktor keruntuhan
a. Faktor-faktor
Kemunduran
1. Kurang
pandainya para penguasa dalam mengendalikan sistem pemerintahan.
2. Kurangnya perhatian sebagian raja pasca Syah Abbas I terhadap persoalan sosial kemasyarakatan dan kenegaraan.
2. Kurangnya perhatian sebagian raja pasca Syah Abbas I terhadap persoalan sosial kemasyarakatan dan kenegaraan.
3. Adanya
penguasa yang kecanduan minuman keras.
4. Melemahnya
sistem pemerintahan dan pertahanan serta keamanan Kerajaan Safawi pada masa
Syah Safi sehingga Qandarah dan Baghdad jatuh ke tangan Usmani dan Mogul India.
5. Kebijakan
pemusatan pemerintahan dan ekonomi yang tidak berhasil.
6. Adanya konflik
yang berkepanjangan dengan Kerajaan Usmani.
7. Terjadinya
konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan di kalangan keluarga kerajaan.
8. Pemaksaan
faham Syi'ah yang menyebabkan orang-orang Sunni memberontak melalui suku Afgan.
b. Kemunduran dan
Kehancuran Kerajaan Safawi
Kerajaan safawi di
Persia meraih puncak keemasan dibawah pemerintahan syah Abbas I selama periode
1588-1628 M. Abbas I berhasil membangun kerajaan safawi sebagai kompetitor
seimbang bagi Kerajaan Turki Usmani. Bahkan dalam bidang ilmu pengetahuan,
kerajaan ini lebih menonjol daripada kerajaan Turki Usmani, khususnya ilmu
filsafat yang berkembang amat pesat. Hurmuz sebagai pelabuhan utama berhasil
dikuasai oleh Abbas I sehingga wilayah ini mampu memjamin kehidupan
perekonomian Safawi.
Tanda-tanda
kemunduran kerajaan persia mulai muncul sepeninggalan Syah Abbas I.
Secara berturut-turut syah yang menggantikan abbas I adalah:
1. Safi
Mirza (1628-1642 M)
2. Abbas
II (1642-1667 M)
3. Sulaiman
(1667-1694 M0
4. Husain
(1694-1722 M)
5. Tahmasp
II (1722-1732 M)
6. Abbas
III (1733-1736 M).
Banyak faktor yang
mewarnai kemunduran kerajaan safawi, diantaranya dari perebutan kekuasaan
dikalangan keluarga kerajaan. Diakui bahwa Syah-syah yang menggantikan
Abbas I sangat lemah. Safi Mirza merupakan pemimpin yang lemah dan kelemahan
ini dilengkapinya oleh kekejaman yang luar biasa terhadap pembesar-pembesar
kerajaan karena sifatnya yang pecemburu. Pada masa pemerintahan Mirza inilah
kota Qandahar lepas dari penguasaan Safawi karena direbut oleh kerajaan Mughal
yang pada saat itu dipimpin oleh Syah Jehan. Baghdad sendiri direbut oleh
Kerajaan Usmani.
Abaas II konon
seorang raja pemabuk, akan tetapi di tangannya kota Qandahar bisa direbut
kembali. Kebiasaan mabuk inilah yang menamatkan riwayatnya. Demikian halnya
dengan sulaiman, ia seorang pemabuk dan selalu bertindak kejam terhadap
pembesar istana yang dicurigainya. Selama tujuh tahun ia tak pernah memerintah
kerajaan. Diyakini, konflik dengan turki Usmani adalah sebab pertama yang
menjadikan Safawi mengalami kemunduran. Terlebih Turki Usmani merupakan
kerajaan yang lebih kuat dan besar daripada Safawi. Hakikatnya ketegangan ini
disebabkan oleh konflik Sunni-Syi’ah.[28]
Syah Husain adalah
raja yang alim akan tetapi kealiman Husain adalah suatu kefanatikan tehadap
Syi’ah. Karena dialah ulama syi’ah berani memaksakan pendiriannya terhadap
golongan sunni. Inilah yang menyebabkan timbulnya kemarahan golongan sunni
di Afganistan. Dan pemberontakan inilah yang mengakhiri
kisah Kerajaan Safawi.[29] Pemberontakan
bangsa Afgan dimulai pada 1709 M di bawah pimpinan Mir Vays yang berhasil
merebut wilayah Qandahar. Lalu disusul oleh pemberontakan suku Ardabil di Herat
yang berhasil menduduki Mashad.
Mir Vays digantikan
oleh Mir Mahmud sebagai penguasa Qandahar. Di bawahnyalah, keberhasilan
menyatukan suku Afgan dengan suku Ardabil. Dengan kekuatan yang
semakin besar, Mahmud semakin terdorong untuk memperluas wilayah kekuasaannya
dengan merebut wilayah Afgan dari tangan Safawi. Bahkan ia melakukan
penyerangan terhadap Persia untuk menguasai wilayah tersebut.
Penyerangan demi
penyerangan ini memaksa Husain untuk mengakui kekuasaan Mahmud. Oleh Husain,
Mahmud diangkat menjadi gubernur di Qandahar dengan gelar Husain Quli Khan
yang berarti Budak Husain. Dengan pengakuan ini semakin mudah bagi Mahmud untuk
menjalankan siasatnya. Pada 1721 M ia berhasil merebut Kirman. Lalu menyerang
Isfahan, mengepung ibu kota safawi itu selama enam bulan dan memaksa Husain
menyerah tanpa syarat. Pada 12 oktober 1722 M Syah Husain menyerah dan 25
oktober menjadi hari pertama Mahmud memasuki kota Isfahan dengan kemenangan.
Tak menerima semua
ini, Tahmasp II yang merupakan salah seorang putra Husain dengan dukungan penuh
suku Qazar dari rusia, memproklamirkan diri sebagai penguasa Persia dengan ibu
kota di Astarabad. Pada 1726 M, Tahmasp bekerja sama dengan Nadir khan dari
suku afshar untuk memerangi dan mengusir bangsa afgan yang menduduki Isfahan.
Asyraf sebagai pengganti Mir Mahmud berhasil dikalahkan pada 1729 M, bahkan
Asyraf terbunuh dalam pertempuran tersebut. Dengan kematian Asyraf, maka
dinasti Safawi berkuasa lagi.
Pada Agustus 1732 M,
Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan dan digantikan oleh Abbas III yang merupakan
putra Tahmasp II, padahal usianya masih sangat muda. Ternyata ini adalah
strategi politik Nadir Khan karena pada tanggal 8 maret 1736, dia menyatakan
dirinya sebagai penguasa Persia dari Abbas III. Maka berakhirlah
kekuasaan dinasti Safawi di Persia.
Kehancuran Safawi
juga dikarenakan lemahnya pasukan Ghulam yang diandalkan oleh safawi pasca
penggantian tentara Qizilbash. Hal ini karena pasukan Ghulam tidak
dilatih secara penuh dalam memahami seni militer. Sementara sisa-sisa
pasukan Qizilbash tidak memiliki mental yang kuat dibandingkan
dengan para pendahulu mereka. Sehingga membuat pertahanan militer Safawi sangat
lemah dan mudah diserang oleh lawan.[30]
BAB III
PENUTUP
1.
SARAN
Tentunya
kami menerima kritik dan saran agar sempurnanya makalah ini dan harapan kami
semoga Makalah ini dapat berguna, menambah khazanah keilmuan Islam dan dapat
diambil pelajarannya.
DAFTAR PUSTAKA
di unduh pada Tanggal
08 September 2014 pukul 20.00
di unduh pada Tanggal
08 September 2014 pukul 20.00
Bakri.,
Syamsul, Peta Sejarah Peradaban Islam, ( Yogyakarta, Fajar Media
Press,2011) cet I.
http://referensiagama.blogspot.com/2011/02/kejayaan-kerajaan-safawi-di-persia.html (11-11-2011
pkl.07.42)
Ibrahim Hassan,
Hassan. Sejarah dan Kebudayaan Islam, ( Yogyakarta: Kota Kembang,
1989)
Karim, M.
Abdul. Sejarah Pemikiran ddan Peradaban Islam, ( Yogyakarta:
Pustaka Book Publsiher, 2007) cet I.
Saepudin, Didin,Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta:Uin Jakarta press,2007)
Syukur, Fatah. Sejarah
Peradaban Islam, (Semarang : PT Pustaka Rizki Putra, 2009)
Tohir, Ajid, perkembangan
peradaban di dunia islam( Jakarta: PT Raja Grafindo,2004) cet I
Yatim, Badri. Sejarah
Peradaban Islam Dinasti II, ( Jakarta: Raja Grafindo,2008)
[2] Ajid
Tohir, perkembangan peradaban di dunia islam( Jakarta: PT Raja Grafindo,2004)
cet I,hlm. 167
[3] http://referensiagama.blogspot.com/2011/02/kejayaan-kerajaan-safawi-di-persia.html (11-09-2014
pkl.07.42)
[7] Syamsul
Bakri, Peta Sejarah Peradaban Islam, ( Yogyakarta, Fajar Media
Press,2011) cet I, hlm. 145
[15] Hassan
Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, ( Yogyakarta: Kota
Kembang, 1989), hlm. 337
[1]
Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dinasti II, ( Jakarta: Raja
Grafindo,2008 ),hlm. 138
[2] Ajid
Tohir, perkembangan peradaban di dunia islam( Jakarta: PT Raja
Grafindo,2004) cet I,hlm. 167
[3] http://referensiagama.blogspot.com/2011/02/kejayaan-kerajaan-safawi-di-persia.html (11-11-2011 pkl.07.42)
[7] Syamsul
Bakri, Peta Sejarah Peradaban Islam, ( Yogyakarta, Fajar Media
Press,2011) cet I, hlm. 145
[15] Hassan
Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, ( Yogyakarta: Kota
Kembang, 1989), hlm. 337
0 komentar:
Post a Comment