Saturday, 7 March 2015

DUKUNG FATWA MUI : KORUPTOR HUKUM MATI

MUI: Hukum Mati Koruptor
UU Tipikor Memungkinkan

JAKARTA- Hukuman bagi koruptor selama ini tak mendatangkan efek jera. Karena itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) merekomendasikan agar pelaku korupsi dihukum mati.
Rekomendasi itu disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MUI di Hotel Twin Plasa, Jakarta, Sabtu (14/9). Selain mendorong pemberlakuan hukuman paling berat itu, MUI juga mengusulkan agar terpidana korupsi dihukum kerja sosial. ”MUI mendorong majelis hakim pengadilan tipikor menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada koruptor kakap, bahkan hukuman mati.
MUI juga merekomendasikan kerja sosial, selain pidana penjara. Mereka juga harus membersihkan fasilitas publik, seperti pasar, terminal, lapangan, panti asuhan, dan sebagainya untuk memberi efek jera dan mencegah masyarakat agar tidak mengikuti jejak para koruptor,” kata Ketua MUI Amidhan saat membacakan rekomendasi.
Menurut Amidhan, begitu besar desakan masyarakat kepada MUI agar mengeluarkan seruan supaya koruptor mendapat hukuman yang memberi efek jera, mengingat kejahatan korupsi demikian masif di negeri ini.
”Masyarakat menilai selama ini para koruptor tetap bisa hidup nyaman di tahanan, karena bisa membeli fasilitas dari oknum-oknum di penjara, sehingga tidak ada efek jera,” kata dia. Amidhan juga mengatakan, MUI mendorong agar majelis hakim konsisten menetapkan putusan untuk menyita seluruh harta hasil korupsi.
Sebelum ini, usulan hukuman mati bagi koruptor sebenarnya telah disampaikan sejumlah lembaga dan aktivis antikorupsi. Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama, tahun lalu, menyampaikan fatwa serupa. Sekjen PBNU Marsudi Syuhud saat itu mengatakan, usulan tersebut merupakan masukan warga nahdliyyin di tingkat ranting. Menurutnya, para pelaku korupsi cenderung tidak punya rasa malu lagi, bahkan tak jarang mencalonkan diri untuk meraih jabatan di pemerintahan.
Rekomendasi itu kemudian disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, hingga kini belum ada realisasi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan sepakat dengan hukuman mati bagi koruptor. UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi memungkinkan penerapan hukuman itu. ”Hukuman mati dimungkinkan dalam Pasal 2 UU Tipikor,” kata Kepala Biro Humas KPK Johan Budi, Minggu (15/9).
Keadaan Tertentu
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Dalam ayat (2) disebutkan, dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Dalam penjelasan ayat (2) dinyatakan, yang dimaksud dengan ”keadaan tertentu” yakni apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter. Soal rekomendasi MUI, Johan mengatakan, itu terkait dengan domain atau sudut pandang agama, sedangkan KPK berada dalam domain hukum positif.
”Semua agama, termasuk Islam, mengharamkan korupsi. Kami memandang akan sejalan (dengan usulan itu),” ujarnya. Dia menambahkan, KPK siap menerapkan hukuman mati bagi terdakwa kasus korupsi, asal memenuhi unsur yang diatur dalam UU. ”Jika memenuhi unsur-unsur dalam pasal tersebut, tentu KPK akan menggunakan.
Namun sejauh ini belum ada,” kata Johan. Sekretaris Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) Semarang Eko Haryanto mendukung rekomendasi MUI. ”Rekomendasi seperti itu bagus dan seharusnya segera dimasukkan ke dalam undang-undang pemberantasan korupsi. Terpidana korupsi bisa dihukum menjadi tukang sapu di jalan raya, dengan baju narapidana korupsi. Biar masyarakat tahu dan koruptor itu malu,” tandas Eko.
Menurutnya, hukuman untuk koruptor sejauh ini sama sekali tidak memberikan efek jera. ”Bagaimana mau jera? Tindak pidana yang dilakukan luar biasa, tapi dihukum seperti maling biasa saja. Itu pun di penjara masih mendapat fasilitas lebih dibanding narapidana kasus lain,” ujarnya. (F4,J13,H89-59)

Untuk berita terbaru, ikuti kami di Twitter twitter dan Facebook Facebook
Bagi Anda pengguna ponsel, nikmati berita terkini lewathttp://m.suaramerdeka.com
Dapatkan SM launcher untuk BlackBerryhttp://m.suaramerdeka.com/bb/bblauncher/SMLauncher.jad


http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/09/16/236947/MUI-Hukum-Mati-Koruptor

0 komentar:

Post a Comment

 
;